Total Tayangan Halaman

Kamis, 02 Februari 2012

KETIKA SEDEKAH MENJADI MUSNAH..

Sedekah...sedekah...akhi…berharap segera dapat ganti lebih banyak lagi…seakan pengin dunia segera lari menghampiri...jika belum maka sedekah lagi...ya Robbi, jangan jangan bukan ridho Alloh yang dicari..Apa begini ajaran nabi?
 
Seorang teman berkata, 'aku sedang kena musibah…bisnisku seret', maka datang nasihat ustadz, '..anda banyak maksiyat segeralah bertobat dan perbanyak sedekah,…nanti Alloh ganti dengan lebih banyak lagi'. Bla…bla…bla ustadz pun mendetilkan nasihatnya di tambah testimony dari beberapa orang yang telah melakukan nasihatnya,…dan endingnya sangat ‘luar biasa’ menggugah semangat untuk sedekah …menakjubkan.


Tampaknya tidak ada yang salah dengan nasihat ustadz. Nasihatnya berpotensi untuk menyegerakan amal yang berpahala, memotivasi dalam bersedekah dan menyemangati untuk pesrah karena rezeki sudah ada Yang Ngatur. Namun, tendensi sampingan tak bisa dielakkan, focus pikiran untuk harap harap cemas datangnya segera rezeki yang diterima, berharap cash and carry dari selipan amal dan doa yang dilantunkan,… jika belum kunjung hadir maka ditambah lagi (sedekahnya) demi mempercepat kehadirannya, akhirnya jika belum dapat dapat juga su’udzon sedikit merayap atau jika ternyata didapat maka testimonipun segera diungkap, teriring dalil lalu terucap “dan terhadap ni’mat Tuhanmu, maka hendaklah kamu siarkan”…cerita pun mengalir dari bagaimana dia bersedekah (bahkan didetilkan berapa jumlahnya) hingga Alloh membalasnya.


Sesungguhnya Allah Ta’ala tidak menerima amalan kecuali yang dilakukan semata-mata ikhlas karena Allah ‘Azza wa Jalla. Sebanyak apa pun sedekah yang engkau berikan, meski bermilyar-milyar engkau keluarkan, tak akan bernilai kecuali jika memenuhi dua hal, yakni ikhlas dan benar. Ikhlas berarti amal shalih itu dilakukan semata-mata hanya untuk Allah Ta’ala dan tidak berharap kecuali ridha Allah ‘Azza wa Jalla. Kita berharap sepenuh hati dengan rasa takut yang amat sangat sekiranya ada salah dalam niat, iktikad maupun perbuatan dan di saat yang sama penuh harap kepada Allah Ta’ala agar Allah ‘Azza wa Jalla ridha serta merahmati kita. Benar berarti amal shalih itu kita lakukan berdasarkan petunjuk yang pasti dari Allah Ta’ala dan rasul-Nya.

Sesungguhnya, setiap ‘ibadah pada asalnya dilarang kecuali yang diperintahkan atau dianjurkan. Semua ini memerlukan nash yang pasti. Jika tak ada nash yang shahih dan terang, maka tak ada kebolehan untuk melakukan suatu bentuk ‘ibadah. Betapa banyak manusia yang mengada-adakan peribadatan atau amalan sehingga mengesankan bagi manusia tentang betapa shalihnya dia, tetapi tak ada satu pun nash yang dapat menjadi pegangan. Allah Ta’ala dan rasul-Nya tidak memerintahkan, tidak pula membolehkan suatu peribadatan, tetapi sebagian manusia menciptakan sendiri suatu bentuk ‘ibadah dengan menisbahkan kepada Allah ‘Azza wa Jalla.

Allah Ta’ala berfirman

من كان يريد الحياة الدنيا وزينتها نوف إليهم أعمالهم فيها وهم فيها لا يبخسون

“Barangsiapa yg menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan.” (QS. Huud, 11: 15).

أولئك الذين ليس لهم في الآخرة إلا النار وحبط ما صنعوا فيها وباطل ما كانوا يعملون

“Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan?” (QS. Huud, 11: 16).

Bersedekahlah dan berharaplah dengan sepenuh pengharapan kepada Allah Ta'ala semoga Allah Ta'ala menerima dan ridha dengan sedekah kita. Tetapi jangan bersedekah karena bermaksud mendapat lebih banyak demi melipatgandakan rezeki. Sesungguhnya, mereka yang beramal untuk akhirat niscaya Allah Ta'ala akan lipat-gandakan pahalanya di akhirat. Adapun di dunia, maka boleh jadi Allah Ta'ala akan berikan, boleh jadi tidak. Tetapi yang pasti, niatkan sedekah itu untuk Allah Ta'ala semata. Bukan untuk mendapat yang lebih banyak.



Sebuah kalimat menarik yang sering kita dengar, "para pecandu sedekah, tidak akan pernah takut jatuh miskin. Sebab bayangan menjadi miskin saat ingin bersedekah diyakini sebagai khayali dari setan, "Syaitan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir); sedang Allah menjadikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengatahui." QS. Al-Baqarah[2] : 268). Sebaliknya, mereka meyakini dengan sepenuh hati, bahwa sedekah akan membuat harta mereka bertambah subur, "Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa" QS. Al-Baqarah [2] : 276) dan melimpah ruah. Itulah janji Allah dalam firman-firman-Nya. Semakin diyakini dan diamalkan janji-janji itu, semakin nyata Allah membuktikannya. 


Allah adalah dzat yang paling baik pelayanan-Nya, paling murah pemberian-Nya dan paling baik balasan-Nya. Meskipun tidak semua orang lapang rezekinya, tidak pula semua sempit rezekinya, tetapi balasan Allah bagi yang bersedekah tetaplah balasan yang terbaik untuk hamba-Nya "Sesungguhnya Tuhan-Ku Melapangkan Rezeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya di antara Hamba-hamba-Nya dan Menyempitkan bagi (siapa yang Dikehendaki-Nya)." (QS. Saba' [34] : 39). Bahkan begitu baik balasan Allah, Dia menjanjikan kelipatan tuju ratus kali bagi setiap satu butir biji sedekah yang ditanam pelakunya "perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah[adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha mengetahui".(QS. Al-Baqarah [2] : 261), Subhanallah.


Namun, kadang salah pandang kita terhadap uraian diatas menyebabkan kita salah tafsir. Sedekah bukan untuk melipatgandakan rezeki di dunia, tapi pasti akan dilipatgandakan pahalanya di akhirat. Jika Alloh memberikan kita rezeki di dunui dengan berlipat setelah sedekah, jangan jangan pahala kita di akhirat berkurang, sebagaimana kekhawatiran Abdurrahman bin Auf yang menangis saat dihidangkan dihadapannya makanan yang mengundang selera, "Mush'ab bin Umair syahid dan ia lebih baik dariku,  ia dikafani dengan selimut yang apabila ditarik untuk menutupi kepalanya maka bagian kakinya akan kelihatan, begitu pula Hamzah syahid, ia lebih baik dariku, dan tidak ada sehelai kafan pun kecuali selimut. Kemudian dunia dibentangkan kepada kami dan dunia diberikan kami sedemikian rupa. aku khawatir bila pahala kami telah disegerakan kepada kami di dunia"

Teringat firman Allah Ta'ala:

ولا تمنن تستكثر ولربك فاصبر

"Dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah." (QS. Al-Muddatsir, 74: 6-7).

Takutlah akan neraka, tempat mengerikan yang salah satu dari 3 penghuni pertamanya adalah ahli sedekah yang ia bersedekah bukan karena Allah 'Azza wa Jalla. Periksalah Shahih Muslim bab Al-Jihad.

Apakah kita tidak boleh meminta kepada Allah Ta'ala? Amat boleh. Kita meminta kepada Allah Ta'ala karena yakin kepada-Nya, beriman kepada-Nya dan untuk memenuhi perintah-Nya, yakni perintah untuk meminta hanya kepada Allah 'Azza wa Jalla. Kita memohon kepada Allah Ta'ala karena menyadari hanya Dia tempat bergantung. Bukan karena merasa telah memberi kepada-Nya.

Ingatlah ketika Allah Ta'ala berfirman:

وأمر أهلك بالصلاة واصطبر عليها لا نسألك رزقا نحن نرزقك والعاقبة للتقوى

"Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kami-lah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa." (QS. Thaahaa, 20: 132).

Allah Ta'ala yang memberi. Bukan kita.

namun sekali lagi, point nya adalah ridho Alloh dulu bukan berlipatnya rezeki yang kita dapatkan di dunia setelah bersedekah.  Jika Alloh ridho maka tidak ada doa yang kita panjatkan yang tak dikabulkan, namun jika memang belum dikabulkan yakinlah bahwa PASTI Alloh akan memberikannya di akhirat, innalloha la tukhliful mi’ad.
Akhina, ingatlah ketika Abdurrahman bin auf menangis saat makanan nikmat terhidang dihadapannya, para sahabat bertanya mengapa beliau menangis, jawab beliau, “ Rasululloh meninggal dalam keadaan ia dan keluarganya belum pernah kenyang makan roti gandum. Aku tidak melihat kita diakhirkan (untuk mati), karena sesuatu yang lebih baik bagi kita.”. Tapi memang kelas kita beda dengan para sahabat..mereka diberi kekayaan sehingga kekayaan itu membuat mereka lebih banyak lagi untuk sedekah, namun sulit bagi saya menemukan riwayat mereka bersedekah untuk mengharap datangnya rezeki yang berlimpah di dunia. Yang banyak ditemui adalah mereka menghamburkan hartanya untuk bersedekah karena keinginan mereka agar tidak berlama-lama menunggu susahnya hisab di akhirat.
Semoga Allah Ta'ala berikan hidayah kepada kita dan merahmati kita di akhirat kelak. Allahumma amin.

Do'akan dan nasehati saya dengan hujjah yang kuat.

[+/-] Selengkapnya...